Mencetak uang sebanyak banyaknya, ini dia logikanya
Sejak kecil saya selalu berfikir seperti itu, kemiskinan dimana mana kenapa tidak mencetak uang sebanyak banyaknya lalu dibagikan kepada orang yang tidak mampu, selesai kan masalahnya? Karena penasaran dari dulu saya ingin mencari info tentang ini tetapi selalu lupa. Tetapi tadi saya lihat ada thread di kaskus yang membahas ini, jadi ya dicopas aja deh. Ini dia alasannya kenapa suatu negara tidak mencetak uang sebanyak banyaknya :
Dalam menerbitkan atau mencetak uang, terdapat dua macam sistem, yang disebut "pseudo gold" dan "uang fiat". Dalam sistem pseudo gold, uang yang dicetak dan beredar didukung dengan cadangan emas atau perak yang dimiliki badan yang menerbitkannya. Sedangkan dalam sistem uang fiat, uang yang beredar tidak didukung aset yang riil, bahkan tidak didukung apa-apa. Artinya, dalam sistem fiat, pemerintah atau badan yang menerbitkan uang bisa mencetak uang sebanyak apa pun sesuai keinginan.
Penting untuk diketahui bahwa ada sebuah sistem yang telah mengatur perihal mengenai bagaimana agar uang dapat dicetak sebuah negara. Sistem ini dilahirkan melalui sebuah konferensi di sebuah tempat bernama Bretton Woods sehingga kemudian sistem ini dinamakanlah dengan Sistem Bretton Woods. Salah satu pasal penting dari sistem ini adalah:
"Bahwa setiap uang sebuah negara harus ditopang dengan dollar Amerika dan dollar Amerika sendiri harus ditopang dengan emas."
Dalam menerbitkan atau mencetak uang, terdapat dua macam sistem, yang disebut "pseudo gold" dan "uang fiat". Dalam sistem pseudo gold, uang yang dicetak dan beredar didukung dengan cadangan emas atau perak yang dimiliki badan yang menerbitkannya. Sedangkan dalam sistem uang fiat, uang yang beredar tidak didukung aset yang riil, bahkan tidak didukung apa-apa. Artinya, dalam sistem fiat, pemerintah atau badan yang menerbitkan uang bisa mencetak uang sebanyak apa pun sesuai keinginan.
Penting untuk diketahui bahwa ada sebuah sistem yang telah mengatur perihal mengenai bagaimana agar uang dapat dicetak sebuah negara. Sistem ini dilahirkan melalui sebuah konferensi di sebuah tempat bernama Bretton Woods sehingga kemudian sistem ini dinamakanlah dengan Sistem Bretton Woods. Salah satu pasal penting dari sistem ini adalah:
"Bahwa setiap uang sebuah negara harus ditopang dengan dollar Amerika dan dollar Amerika sendiri harus ditopang dengan emas."
Konsekuensi dari ketetapan tersebut, yakni :
- Diberlakukannya Kurs Tetap agar terjaga kestabilan ekonomi antar negara. Kurs Tetap menjamin kekayaan sebuah negara tidak akan berpindah ke nagara lain hanya dengan kepemilikan uang karena secara otomatis negara yang kehabisan uang akan berproduksi kembali.
Maka secara otomatis pula negara yang kelebihan uang akan membelanjakan uangnya ke negara lain yang berproduksi. Dengan kata lain, sebuah negara tidak dapat mendominasi impor secara terus-menerus. Berbeda dengan Kurs Mengambang yang nilai uangnya dapat semakin tinggi. Contoh dari 1$/3000 rupiah ke 1$/7000 rupiah.....dst.
- Pengendalian Uang Beredar, peredaran uang tidak terkendali dapat menyebabkan inflasi. Inflasi adalah meningkatnya harga-harga barang secara umum. Inflasi tidak hanya menurunkan daya beli masyarakat tetapi inflasi juga menyebabkan rendahnya produktifitas masyarakat. Sehingga, perlu adanya pengendalian uang beredar.
Dalam ekonomi, kita tahu, harga barang akan tergantung pada perbandingan jumlah uang dan jumlah persediaan barang. Jika barang lebih banyak dari jumlah uang yang beredar, maka harga akan cenderung turun. Sebaliknya, jika jumlah barang lebih sedikit dibanding jumlah uang yang beredar, maka harga-harga akan cenderung naik. Karena itulah, pencetakan uang secara tak langsung juga ditentukan oleh hal tersebut, agar tidak terjadi inflasi.
Apabila suatu negara (dengan alasan miskin) mencetak uang sebanyak-banyaknya, yang terjadi bukan negara itu menjadi kaya, tetapi justru akan semakin miskin. Karena, ketika jumlah uang yang beredar semakin banyak, harga-harga barang akan melambung tinggi, dan inflasi terjadi. Akibatnya, meski uang dicetak terus-menerus, uang itu tidak bisa disebut kekayaan, karena nilainya terus merosot turun.
Indonesia juga pernah melakukan pencetakan uang dalam jumlah banyak, pada masa kepresidenan Soekarno. Karena pemerintah belum bisa maksimal memungut pajak dari rakyat waktu itu, Soekarno pun mengambil kebijakan untuk mencetak uang secara berlebih. Hasilnya tentu inflasi. Semakin banyak uang dicetak, harga barang semakin tinggi, dan terjadi hiperinflasi. Finish-nya, kita tahu, adalah demonstrasi yang terkenal dengan sebutan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yang salah satunya permintaan agar harga-harga diturunkan.
Kasus yang terbaru terjadi di Zimbabwe. Pada 2008, pemerintah Zimbabwe mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang dalam jumlah sangat banyak, yang ditujukan untuk memperbanyak pegawai negeri yang diharapkan akan mendukung pemerintah. Hasilnya adalah inflasi yang gila-gilaan. Negara itu bahkan memegang rekor dalam hal inflasi tertinggi di dunia, yaitu 2.200.000% (2,2 juta persen) pada 2008.
Sebegitu cepatnya tingkat inflasi terjadi, hingga kenaikan harga di Zimbabwe tidak terjadi dalam hitungan minggu atau bulan, tetapi menit bahkan detik. Dalam setiap beberapa detik, para pegawai di toko-toko Zimbabwe terus sibuk mengganti label-label harga pada barang-barang yang mereka jual, karena terus terjadi pergantian harga akibat inflasi yang menggila.
Pada 20 Juli 2008, bank Zimbabwe bahkan menerbitkan pecahan uang senilai 100 milyar dollar, yang merupakan rekor pecahan uang dengan nominal terbesar di dunia. Uang dengan nominal besar itu, ironisnya, tidak memiliki nilai yang sama besarnya, karena digerus oleh inflasi akibat harga-harga yang melambung luar biasa tinggi. Untuk membeli sembako, misalnya, orang di Zimbabwe harus membawa uang sampai seember.
Jadi, negara miskin (ataupun negara yang tidak miskin) tidak mencetak uang dalam jumlah berlebihan, karena adanya pertimbangan seperti yang digambarkan di atas.
Apabila suatu negara (dengan alasan miskin) mencetak uang sebanyak-banyaknya, yang terjadi bukan negara itu menjadi kaya, tetapi justru akan semakin miskin. Karena, ketika jumlah uang yang beredar semakin banyak, harga-harga barang akan melambung tinggi, dan inflasi terjadi. Akibatnya, meski uang dicetak terus-menerus, uang itu tidak bisa disebut kekayaan, karena nilainya terus merosot turun.
Indonesia juga pernah melakukan pencetakan uang dalam jumlah banyak, pada masa kepresidenan Soekarno. Karena pemerintah belum bisa maksimal memungut pajak dari rakyat waktu itu, Soekarno pun mengambil kebijakan untuk mencetak uang secara berlebih. Hasilnya tentu inflasi. Semakin banyak uang dicetak, harga barang semakin tinggi, dan terjadi hiperinflasi. Finish-nya, kita tahu, adalah demonstrasi yang terkenal dengan sebutan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yang salah satunya permintaan agar harga-harga diturunkan.
Kasus yang terbaru terjadi di Zimbabwe. Pada 2008, pemerintah Zimbabwe mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang dalam jumlah sangat banyak, yang ditujukan untuk memperbanyak pegawai negeri yang diharapkan akan mendukung pemerintah. Hasilnya adalah inflasi yang gila-gilaan. Negara itu bahkan memegang rekor dalam hal inflasi tertinggi di dunia, yaitu 2.200.000% (2,2 juta persen) pada 2008.
Sebegitu cepatnya tingkat inflasi terjadi, hingga kenaikan harga di Zimbabwe tidak terjadi dalam hitungan minggu atau bulan, tetapi menit bahkan detik. Dalam setiap beberapa detik, para pegawai di toko-toko Zimbabwe terus sibuk mengganti label-label harga pada barang-barang yang mereka jual, karena terus terjadi pergantian harga akibat inflasi yang menggila.
Pada 20 Juli 2008, bank Zimbabwe bahkan menerbitkan pecahan uang senilai 100 milyar dollar, yang merupakan rekor pecahan uang dengan nominal terbesar di dunia. Uang dengan nominal besar itu, ironisnya, tidak memiliki nilai yang sama besarnya, karena digerus oleh inflasi akibat harga-harga yang melambung luar biasa tinggi. Untuk membeli sembako, misalnya, orang di Zimbabwe harus membawa uang sampai seember.
Jadi, negara miskin (ataupun negara yang tidak miskin) tidak mencetak uang dalam jumlah berlebihan, karena adanya pertimbangan seperti yang digambarkan di atas.
"Kalau memang itu kenyataannya, pemerintah harus berani ekploitasi tambang emas donk.. Sudah berapa ton emas kita dibawa ke luar negeri sama freeport..? Bisa buat bayar hutang tuh.."
Kenapa Suatu Negara Tidak Mencetak Uang Sebanyak-Banyaknya?
Saya yakin, anda pasti sering mendengar tentang hutang negara yang menumpuk serta angka kemiskinan yang sangat besar, baik itu dari TV ataupun media massa lainnya. Mungkin sebagian dari anda pernah berpikir "bagaimana kalau Indonesia mencetak uang saja semaunya, untuk melunasi hutang negara maupun memberantas kemiskinan ataupun mengembalikan uang korupsi yang hilang. Dengan begitu semuanya menjadi beres...??"
Saya juga pernah berpikiran seperti itu, lalu apa resiko dan konsukensi di balik semua itu? Oke, misalkan Indonesia mencetak uang sebanyak banyaknya, semua rakyat dapat hujan uang, perorangnya bisa mendapat sekarung uang. Pertanyaannya sekarang, siapa yang mau capek kerja sedangkan sudah ada jaminan uang untuk hari kedepannya...? Siapa yang mau sukarela jadi petani kerja di siang hari padahal uang sudah ada di tangan...?
Oke, kita misalkan, rakyat Indonesia tidak ada yang mau jadi petani. Pertanyaan kedua, kita mau makan apa, sedangkan makanan pokok berasal dari sektor pertanian...?
Selain yang diatas tadi, juga dapat terjadi inflasi, yaitu kenaikan harga barang barang di pasaran.
Uang itu bukanlah semata-mata kertas yang dicetak atau metal yang dibentuk menjadi koin, tapi juga memerlukan jaminan yang bersifat riil. Jadi untuk setiap rupiah resmi yang beredar, ada sejumlah barang berharga (biasanya berbentuk emas, Emas dipilih karena sifatnya yang stabil, tahan cuaca, tidak berkarat, dll dan juga karena mudah dipecah tanpa mengurangi nilainya) sebagai bentuk riilnya, yang disimpan di bank nasional (BI).
Rasio antara uang yang dicetak dan jumlah uang yang beredar adalah salah satu cara menentukan nilai suatu uang. Oleh karena itu, bila uang yang beredar ditambah tapi jaminannya tidak ditambah maka nilai uang akan turun (inflasi). akibatnya bila biasanya Rp1.000 bisa membeli x barang, setelah uang mengalami inflasi Rp1.000 hanya bila membeli ½ x.
Dengan kata lain, jumlah uangnya banyak tetapi nilainya tidak ada. Kalau nilainya tidak ada, maka negara lain tidak mau menerima uang kita. Ujung-ujungnya hutang tidak terbayar dan bbm tak terborong.
Saya juga pernah berpikiran seperti itu, lalu apa resiko dan konsukensi di balik semua itu? Oke, misalkan Indonesia mencetak uang sebanyak banyaknya, semua rakyat dapat hujan uang, perorangnya bisa mendapat sekarung uang. Pertanyaannya sekarang, siapa yang mau capek kerja sedangkan sudah ada jaminan uang untuk hari kedepannya...? Siapa yang mau sukarela jadi petani kerja di siang hari padahal uang sudah ada di tangan...?
Oke, kita misalkan, rakyat Indonesia tidak ada yang mau jadi petani. Pertanyaan kedua, kita mau makan apa, sedangkan makanan pokok berasal dari sektor pertanian...?
Selain yang diatas tadi, juga dapat terjadi inflasi, yaitu kenaikan harga barang barang di pasaran.
Uang itu bukanlah semata-mata kertas yang dicetak atau metal yang dibentuk menjadi koin, tapi juga memerlukan jaminan yang bersifat riil. Jadi untuk setiap rupiah resmi yang beredar, ada sejumlah barang berharga (biasanya berbentuk emas, Emas dipilih karena sifatnya yang stabil, tahan cuaca, tidak berkarat, dll dan juga karena mudah dipecah tanpa mengurangi nilainya) sebagai bentuk riilnya, yang disimpan di bank nasional (BI).
Rasio antara uang yang dicetak dan jumlah uang yang beredar adalah salah satu cara menentukan nilai suatu uang. Oleh karena itu, bila uang yang beredar ditambah tapi jaminannya tidak ditambah maka nilai uang akan turun (inflasi). akibatnya bila biasanya Rp1.000 bisa membeli x barang, setelah uang mengalami inflasi Rp1.000 hanya bila membeli ½ x.
Dengan kata lain, jumlah uangnya banyak tetapi nilainya tidak ada. Kalau nilainya tidak ada, maka negara lain tidak mau menerima uang kita. Ujung-ujungnya hutang tidak terbayar dan bbm tak terborong.
Kesimpulan
"Kenapa negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia...?"
Bila uang dicetak sebanyak-banyaknya dan dibagi bagikan kepada orang miskin, maka para pedagang berpikir bahwa ada kesempatan menaikkan harga. Toh yang beli uangnya lebih banyak dari sebelumnya
Efek ini terus berulang sehingga sebagian besar komoditas akan mengalami kenaikan harga padahal barangnya sama persis seperti sebelumnya. Kemudian hal ini akan dilihat sebagai jatuhnya nilai mata uang, nilai tukar uang terhadap barang turun, alias harga barang naik. Akibat selanjutnya, karena harga barang naik, maka akan ada semakin banyak orang miskin. Inflasi, itu yang akan terjadi.
Ada sebuah buku tentang dinar. Di buku itu dibahas kalau uang kertas itu memang dicetak berdasarkan persedian atau cadangan emas yang dimiliki negara. Jadi emas sebagai jaminan uang kertas yang beredar. Sedangkan negara Amerika itu sembarangan mencetak uang kertas. Dia cetak sebanyaknya atau lebih dari anggaran emas yang dia punya.
Sebenarnya uang kertas itu tidak mempunyai nilai. Alangkah indahnya kalau seluruh negara menggunakan uang logam berupa emas dan perak. Jadi tidak bisa sembarang cetak dan harga akan stabil selamanya. Buktinya adalah 1 dinar zaman Rasulullah (bagi yang muslim) itu bisa membeli seekor kambing dewasa. Begitupun sekarang, Satu kambing dewasa seharga 1 dinar. Karena emas dijamin langsung sama Yang Maha Esa.
Jadi, bukan berarti sebuah negara mencetak dan mengedarkan banyak uang akan membuat negara itu kaya, akan tetapi malah sebaliknya, akan membuat negara tersebut menjadi semakin miskin. Karena, ketika jumlah uang yang beredar semakin banyak, harga-harga barang akan melambung tinggi, dan inflasi terjadi. Akibatnya, meski uang dicetak terus-menerus, uang itu tidak bisa disebut kekayaan, karena nilainya terus merosot turun.
Bila uang dicetak sebanyak-banyaknya dan dibagi bagikan kepada orang miskin, maka para pedagang berpikir bahwa ada kesempatan menaikkan harga. Toh yang beli uangnya lebih banyak dari sebelumnya
Efek ini terus berulang sehingga sebagian besar komoditas akan mengalami kenaikan harga padahal barangnya sama persis seperti sebelumnya. Kemudian hal ini akan dilihat sebagai jatuhnya nilai mata uang, nilai tukar uang terhadap barang turun, alias harga barang naik. Akibat selanjutnya, karena harga barang naik, maka akan ada semakin banyak orang miskin. Inflasi, itu yang akan terjadi.
Ada sebuah buku tentang dinar. Di buku itu dibahas kalau uang kertas itu memang dicetak berdasarkan persedian atau cadangan emas yang dimiliki negara. Jadi emas sebagai jaminan uang kertas yang beredar. Sedangkan negara Amerika itu sembarangan mencetak uang kertas. Dia cetak sebanyaknya atau lebih dari anggaran emas yang dia punya.
Sebenarnya uang kertas itu tidak mempunyai nilai. Alangkah indahnya kalau seluruh negara menggunakan uang logam berupa emas dan perak. Jadi tidak bisa sembarang cetak dan harga akan stabil selamanya. Buktinya adalah 1 dinar zaman Rasulullah (bagi yang muslim) itu bisa membeli seekor kambing dewasa. Begitupun sekarang, Satu kambing dewasa seharga 1 dinar. Karena emas dijamin langsung sama Yang Maha Esa.
Jadi, bukan berarti sebuah negara mencetak dan mengedarkan banyak uang akan membuat negara itu kaya, akan tetapi malah sebaliknya, akan membuat negara tersebut menjadi semakin miskin. Karena, ketika jumlah uang yang beredar semakin banyak, harga-harga barang akan melambung tinggi, dan inflasi terjadi. Akibatnya, meski uang dicetak terus-menerus, uang itu tidak bisa disebut kekayaan, karena nilainya terus merosot turun.
Maka dari itu, mari ubah sama sama anomali kita. .
- Cintai produk sendiri,
- Hindari impor perbanyak ekspor,
- Kurangi jalan jalan ke luar negeri (Indonesia tak akan habis untuk di eksplore kok). .
- Yang terakhir, jangan berhenti untuk terus berkreasi. .
Source: sundameilanyzr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar